Pembentukan Gambut dan
Batubara
Tambang-veteran.blogspot.com
Batubara terbentuk akibat proses pembatubaraan atau coalification
dari bagian – bagian tumbuhan tertentu yang tersedimentasi, yang mana
berlangsung lebih dari jutaan tahun yang lalu.
Batubara merupakan
batuan sedimen organoklastik (organic sedimentary rock) yang berasal dari
tumbuhan yang mana dalam kondisi tertentu tidak mengalami proses pembusukan dan
penghancuran sempurna.
- Coalification
Batubara sebagai sedimen organoklastik yang berkomposisi heterogen,
terbentuk dari akumulasi residual woody material dengan komposisi utama
cellulosa, lignin, dan plant protein. Proses pembatubaraan mencakup tiga proses
utama pengendapan, diagenesis (konversi biokimia, dan kompaksi), dan methamorphosis
(konversi geokimia) (Seyler, 1959). Dengan proses tersebut mengubah cellulosa
secara bertahap menjadi gambut, lignit, bituminus, dan atau hingga menjadi
antrasit. Suatu reaksi yang mungkin dari pembentukan lignit dapat digambarkan
sebagai berikut:
Pembatubaraan atau coalification berdasarkan genesanya merupakan
konversi dari woody material menjadi batubara setelah melalui peatification
dan lignitification (lihat skema proses pembatubaraan oleh Seyler).
Tahap awal dari proses tersebut adalah penguraian unsur vegetasi melalui kerja microoorganisms
(bakteri dan ganggang) yang berlangsung lambat di dalam rawa yang relatif
stabil, meliputi lokasi pengendapan yang sangat luas. Hasil proses awal
tersebut adalah terbentuknya formasi gambut. Adalah jelas bahwa jika lokasi
endapan kering, setelah woody material
terendapkan dalam air, material tersebut akan membusuk dengan sempurna dengan
melepaskan gas CO2 dan H2O. Kehadiran air memperlambat
pembusukan dengan mencegah masuknya O2 dari udara bebas yang
digunakan untuk proses pembusukan woody material oleh organisms.
Gambut yang terbentuk dapat diestimasikan keasalannya melalui fakta
bahwa adanya bagian-bagian tanaman terdiri dari selulosa, lignin, dan protein
tanaman. Selulosa adalah senyawa karbohidrat yang terhidrolisa menjadi berbagai
macam bentuk. Protein tanaman secara esensial mengandung nitrogen, demikian
pula sering ditemukan sulfur dan fosfor. Persenyawaan unsur kimia tersebut
membentuk asam amino. Lignin dihubungkan dengan selulosa tetapi berbeda dalam
struktur benzenoid dan tidak mudah terhidrolisa menjadi senyawa yang
lebih sederhana.
Tahap awal dari pembusukan tumbuhan dicirikan dengan lingkungan
pengendapan adalah rawa, miskin oksigen, dengan agen pengubah adalah bakteri
aerob dan microfungi. Selulosa mengalami dekomposisi, melepaskan gas CO2
dan H2O dan produk colloidal oxidation yang disebut oxycellulose. Sedangkan,
lignin oleh aksi bakteri menghasilkan material lignin colloidal yang
terhidolisis. Protein tanaman menghasilkan asam-asam amino. Tahap awal dari
pembusukan tumbuhan adalah oksidasi dan hidrolisis akibat kerja bakteri yang
mengurangi kandungan selulosa, lignin, dan protein menjadi produk-produk colloidal
yang mana dapat bereaksi menjadi agregat colloidal di dalam rawa. Kemestian
dari proses tersebut, maceral dari woody material sudah terbentuk, dan solusi
colloidal menyebar keseluruh bagian fragmen woody yang terbusukkan dari
berbagai ukuran yang mana telah mencapai sedikit kemajuan dari tahap
dekomposisi. Keseluruhan fenomena tersebut membantu untuk memelihara, yang mana
dalam banyak kasus, struktur biologis dari fragmen keseluruhan memiliki proses
pembatubaraan yang kompleks.
Gambut secara esensial berupa hidrosol yang kemudian dalam waktu lama
menjadi hidrogel. Tertimbunnya gambut dibawah lapisan tipis tumbuhan penutup
dan segera aksi bakteri berakhir. Mula-mula, mengikuti penurunan permukaan
tanah rawa dan penutup, kemudian bakteri anaerob berperan dalam penguraian gambut
tersebut. Segera aksi semua bakteri terhenti ketika adanya akumulasi material
mencegah perpindahan dari pembusukan menghasilkan racun terhadap bakteri
melalui dissolusi dalam air atau oleh faktor-faktor lain.
Peningkatan berat akumulasi senyawa anorganik sebagai tanah penutup
gambut secara gradual menyebabkan konsolidasi gambut. Efek dari tekanan ini
yang bertambah sesuai ketebalan lapisan-lapisan tanah adalah terbentuk dalam
periode waktu geologi. Pengaruh tekanan dari overburden dan begitupun,
berdasarkan waktu geologi, dari pengaruh tekanan-tekanan lainnya dan fluktuasi
suhu, yang keduanya bersumber dari pergerakan kerak bumi, menyebabkan perubahan
pada gambut. Dengan cara seperti itulah, setiap tipe batubara yang terbentuk,
menunjukkan perbedaan arah metamorphosis dari endapan gambut.
Keseluruhan tahap terebut dalam konversi woody material menjadi batubara
seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 1.2.
Oleh karena itu, dapat dijelaskan bahwa endapan batubara merupakan
hasil akhir dari sejumlah pengaruh; pembusukan vegetasi oleh bakteri aerob
dan anaerob, pengendapan oleh sedimen
anaorganik, pergerakan kerak bumi, dan pengaruh erosi. Faktor-faktor tersebut
menentukan kealamiahan, kualitas dan posisi relatif dari batubara.
Jenis vegetasi yang terurai adalah faktor
yang paling penting dibandingkan dengan faktor yang lainnya. Vegetasi yang
berasal dalam jaman Karbon adalah sangat berbeda, secara biologi dan kimia dari
jaman Cretaceous. Kondisi penguraian adalah juga sangat penting
menyangkut; kedalaman, temperatur
rata-rata, derajat keasaman dan pergerakan alamiah air dalam rawa adalah juga
menentukan jenis batubara yang akan terbentuk. Cara terendapkan oleh
sedimen merupakan pengaruh terakhir. Jika
massa organik batubara dan sedimen anorganik terbentuk secara bergantian,
kualitas batubara akan sangat terpengaruh oleh kondisi tersebut.
Paling penting dari semua hal tersebut adalah pergerakan dari kerak
bumi. Bentuk-bentuk pergerakan tersebut, yang disebut dengan geosynclines,
menentukan kedalaman penurunan permukaan, dan dari sini suhu dapat meningkat.
Suhu adalah hal yang terpenting dalam proses pembatubaraan. Derajat carbonificationdalam hal ini kandungan karbon, menentukan peringkat batubara. Seri
pembatubaraan diilustrasikan sebagai perubahan kontinyu dari derajat
pembatubaraan. Berdasarkan skema tersebut dapat dihubungkan antara proses dari
formasi batubara dan kharakteristik batubara. Selanjutnya, dapat dibedakan menjadi
sifat ekstrinsik dan sifat intrinsik. Sifat ekstinsik tergantung kepada
pengaruh mineral yang bercampur, yang dapat menentukan grade dari batubara,
yang mana merupakan tahap awal dari pembatubaraan. Sifat intrinsik adalah
ditentukan dari kandungan organic matter; type dan ran.
- Hukum Schurman dan Hilt
Proses pembatubaraan merupakan proses perubahan kimia yang dapat
didefinisikan sebagai pertambahan secara gradual kandungan karbon dari fosil
material organik yang berlangsung secara alamiah. Proses ini dapat dibedakan
kedalam tahap biokimia atau diagenesis, yang mana mencakup proses pembentukan
gambut dan tahap geokimia, yang mana selama tahap tersebut berlangsung
metamorfosis. Proses tersebut dapat dikenal, meskipun tidak selalu jelas dalam
menggambarkannya antara kedua tahap tersebut.
Sebagai bukti, bahwa transisi dari gambut menjadi lignit dan dari
lignit menjadi batubara adalah diketahui, dan lapisan gambut tidak pernah
ditemukan di bawah lapisan lignit, begitupula endapan lignit di bawah lapisan
batubara, seperti yang ditunjukkan dari hipotesis bahwa genesa batubara mesti
bermula dari perubahan gambut menjadi lignit.
Pandangan ini ditunjang oleh dua hukum empiris. Salah satunya adalah
Hukum Schurmann bahwa kandungan air di dalam lapisan berkurang dengan
meningkatnya kedalaman. Gambut mengandung kadar air lebih dari 90%.
Bagaimanapun, sebagaimana berkurangnya kadar air, kehilangan air, diekspresikan
dalam persentase per 100 meter pertambahan kedalaman, laju perubahannya berlangsung
dengan sangat lambat. Kandungan air yang dikorelasikan dengan kandungan
oksigen, menurut teori tersebut bahwa kadar oksigen berkurang dan kadar karbon
meningkat dengan bertambahnya kedalaman (lihat Gambar 1.2).
Hukum kedua adalah Hukum Hilt, yang menyatakan bahwa kadar zat terbang
(volatile matter) berkurang dengan bertambahnya kedalaman lapisan (lihat Gambar
1.3). Penentuan kadar zat terbang adalah digunakan secara luas melalui uji
empiris untuk menetapkan derajat pembatubaraan – seperti kandungan karbon dalam
batubara. Oleh karena itu, hukum Hilt juga menunjukkan suatu konversi gradual
dari material tumbuhan.
Tambang-veteran.blogspot.com
- Penyebab Pembatubaraan
Faktor biokimia berperan penting dalam permulaan tahap proses
pembatubaraan. Dekomposisi mikrobiologi, bagaimanapun, hanya dapat berlangsung
sebagaimana ganggang dan bakteri mampu berpartisipasi dalam woody material.
Ganggang tidak dapat hidup di bawah kedalaman kira-kira 40cm, formasi
lignit tidak dapat dipengaruhi oleh aksi aneka organisma. Pengaruh aksi bakteri
juga berkurang dengan bertambahnya kedalaman. Pada kedalaman yang besar,
konversi bakteri adalah tidak mungkin sempurna. Begitupula, setelah tahap
humifikasi (penggambutan) dan setelah terbentuknya formasi lignit, hanya faktor
geofisik yang dapat berperan.
Dalam pandangan ini, bagaimanapun, adalah tidak
sejalan dengan semua hasil investigasi. McKenzie Taylor mempertimbangkan bahwa dekomposisi
bakteri sebagai agen utama dalam formasi berbagai macam tipe batubara.
Pertanyaan seperti apa yang bakteri akan gunakan sebagai pengaruh dekomposisi
adalah tergantung pada pH dan potensial redoks lapisan gambut. Namun demikian,
ketika endapan gambut dibawah lapisan lempung, yang mana melalui proses
perubahan ion dengan air garam, adalah lebih cenderung terkonversi menjadi
sodium-aluminium-silika, kondisi tersebut dominan membentuk formasi batubara;
bukan hanya sebagai lapisan penutup yang tidak dapat dilalui gas (sehingga
dengan kondisi tersebut menjaga kelangsungan hidup bakteri anaerob) tetapi juga
menghasilkan medium alkali. Sebagai implikasi yang mana sejarah endapan gambut
akan lebih kurang tergantung pada karakter lapisan sedimen penutup.
Fuchs lebih jauh menjelaskan; ia juga
mempertimbangkan peran bakteri sebagai agen yang signifikan dalam proses
dekomposisi. Pada sisi lain ia berpendapat bahwa potensial redoks tergantung
pada kesempurnaan kedalaman material yang terendapkan. Potensial redoks, yang
mana berubah berdasarkan kedalaman, distabilkan oleh aksi mikroorganisme.
Dengan pertambahan efek temodinamika, Fuch membukrikan bahwa reaksi
pembatubaraan, dibawah pengaruh kondisi-kondisi tersebut, berproses secara
kontinyu.
Kebanyakan faktor waktu jarang berpengaruh pada pembatubaraan setelah
tahap pembentukan lignit. Seperti contoh, pergerakan sudah dimulai dari
batubara coklat yang terdapat di Moscow Basin yang mana, walaupun
terbentuk pada jaman karbon bawah, tidak termasuk batubara peringkat tinggi;
hal ini membuktikan bahwa batubara coklat tidak tertimbun pada kedalaman yang
besar dan juga tidak dipengaruhi oleh pengaruh tektonik.
Tidak pula dapat disimpulkan bahwa tekanan overburden sebagai penyebab
pembatubaraan, karena hal tersebut tidak sesuai dengan prinsip termodinamika.
Tekanan, bagaimanapun, sudah menjadi suatu pengaruh yang bersumber dari
kepadatan dan sifat porositas, dan karena kandungan air, dari batubara.
Bahkan pengaruh yang besar dari tekanan tektonik belum termasuk faktor
yang lebih dominan, seperti yang dibuktikan melalui korelasi yang lemah antara
peringkat batubara dan intensitas pergerakan kerak bumi. Sebaliknya, adanya fold yang kuat dari areal endapan batubara memiliki
peringkat relatif rendah.
Selanjutnya, telah ditunjukkan bahwa pada semua extensive coal
basins, seperti yang terdapat antara Pennsylvania dan South-Wales, atau
Limburg dan Lower Saxony, peringkat perlapisan batubara berubah dalam pengaruh
yang sama.
Investigasi sampel pada Ruhr Basin dan Limburg Selatan, telah
menunjukkan bahwa pembatubaraan relatif sempurna sebelum proses pelipatan kerak
bumi. Pergerakan tersebut telah terjadi pada akhir jaman karbon, yang mana
proses pembatubaraan telah berlangsung selama era ini.
- Terbentuknya Formasi Endapan Batubara
Faktor utama pada formasi batubara dan coalfield adalah
akumulasi dan pembusukan parsial dari sejumlah woody material untuk
menghasilkan gambut.. Gambut adalah cikal bakal dari asal batubara. Gambut
terbentuk di dalam rawa dimana kondisi iklim menunjang pertumbuhan aneka
vegetasi. Laju penurunan dasar rawa mesti sama dengan laju pertumbuhan flora
sehingga akumulasi woody material dapat terjadi.
Ada dua mekanisme yang dapat menunjang pementukan formasi endapan
batubara dan akumulasi sejumlah vegetable matter.
Pertama, mekanisme in situ (umumnya
dikenal dengan teori in situ) berdasar pada postulat pertumbuhan hutan
di rawa autochtonous. Pepohonan dan berbagai jenis vegetasi mati dan tumbang
dimana mereka tumbuh. Dalam kurun waktu geologi, proses pengendapan berlangsung
sangat lambat diikuti pembusukan woody material secara kontinyu hingga mencapai
ketebalan yang cukup besar kemudian terakumulasi di atas permukaan tanah rawa
membentuk gambut. Batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran yang
luas dan merata, serta batubara relatif memiliki kandungan mineral anorganik
yang rendah (kadar abu rendah). Batubara yang terbentuk dengan cara ini kadang
disebut juga batubara autochtonous.
Kedua, mekanisme drift atau
biasa dikenal dengan teori drift, menyatakan bahwa suatu lapisan gambut yang
terbentuk berasal dari bagian – bagian tumbuhan yang terbawa oleh aliran sungai
atau erosi dan terendapkan pada daerah rawa ataupun hilir (delta) yang
berlangsung lama secara kontinyu. Batubara yang terbentuk dengan cara seperti
ini disebut batubara allochtone.
- Formasi Geosinklin
-
Struktur Lapisan Batubara
Batubara yang terdapat di alam umumnya memiliki struktur lapisan yang
tidak ideal lagi seperti lapisan batubara yang horisontal dengan ketebalan
seragam. Salah satu contohnya adalah batubara yang terdapat di Tondongkura,
Sulawesi Selatan, telah mengalami bentuk-bentuk sinklin-antiklin, rekahan,
sesar, dan atau patahan. Kondisi ini sangat erat berhubungan dengan faktor
endogen dan eksogen yang merubah bentuk permukaan bumi pada zona-zona lemah.
Lapisan batubara sering berasosiasi dengan batu lanau, batu lempung,
dan batu pasir yang bersifat kompak (consolidated), atau dengan lanau, lempung,
dan atau pasir yang bersifat lepas (unconsolidated). Sering pula dijumpai
adanya sisipan batu gamping yang cukup tebal seperti di Tongkura. Lignit dan
subbituminus pada umumnya berasosiasi dengan lapisan yang bersifat lepas
disebabkan proses terbentuknya dalam pengaruh tekanan dan suhu yang masih
rendah. Sebaliknya, peringkat batubara yang lebih tinggi selalu ditemukan
berasosiasi dengan lapisan sedimen bersifat consolidated akibat pengaruh
tekanan dan suhu yang tinggi pada saat pembentukannya.
Pembentukan batubara dapat terjadi di
lingkungan pengendapan air tawa dan air laut. Permukaan cekungan rawa yang
berisi air tawar bila sewaktu-waktu mengalami penurunan secara sangat lambat
apabila curah hujan sangat tinggi dan berlangsung secara kontinyu, akan
mengakibatkan banjir menutupi rawa.
No comments:
Post a Comment