My Store Amazone

http://astore.amazon.com/tambangvetera-20

Wednesday, 23 July 2014

Metode-Metode Dalam Penilitian Pertambangan



Objek Penelitian
Bahan penelitian yang terdapat di lapangan, berupa singkapan batuan, yang biasanya ditemukan di tepi sungai, di dasar sungai, atau terdapat di tepi jalan, tapi tidak menutup kemungkinan terdapat di tempat lain. Bahan penelitian yang lain termasuk juga keadaan bentang alam, jenis sungai dan lain-lain yang menunjang hasil penelitian dari daerah penelitian. Singkapan-singkapan yang ditemukan, dideskripsi jenis batuannya dan jurus kemiringan perlapisan batuan tersebut. Kemudian diteliti juga unsur-unsur struktur geologi, horizon tanah dan sumber daya mineral bahan galian.

       Langkah – Langkah Peneltian

                        Langkah-langkah penelitian yang meliputi beberapa tahap pekerjaan yaitu tahap persiapan, pengamatan lapangan, analisis data, dan tahap penyusunan laporan.

1. Tahap Persiapan

            Tahap persiapan dilakukan sebelum melakukan pekerjaan lapangan. Pada tahap ini dilakukan beberapa persiapan yang menunjang kelancaran pekerjaan di lapangan. Persiapan yang dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut :

  1. Penggambaran Peta Dasar
Peta dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta topografi daerah penelitian, dengan skala 1:25000. peta ini dibuat dengan mendigitasi peta AMS, skala 1: 50000.
  1. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan pengumpulan informasi tentang daerah penelitian dari peneliti-peneliti terdahulu.
  1. Penafsiran peta topografi, analisa pola pengaliran sungai dan rencana lintasan penelitian di lapangan.
  2. Perizinan
Perizinan dilakukan dengan membuat surat izin mulai dari tingkat universitas sampai pada tingkat pemerintahan daerah yang bersangkutan.

2. Tahap Pengamatan di lapangan

            Dalam melakukan pengamatan di lapangan, metoda yang digunakan adalah metoda orientasi lapangan dan metoda lintasan kompas dan pita ukur.
Metoda orientasi lapangan dilakukan dengan ploting menggunakan kompas. Metoda ini sesuai untuk daerah terbuka dengan ciri bentang alam yang sudah dikenali dan lokasi pengamatan yang relatif berjauhan, sehingga dapat menghemat waktu dan tenaga.
Metoda lintasan kompas dan pita ukur dilakukan dengan memperhitungkan arah dan jarak lintasan terhadap suatu titik patokan yang dapat ditentukan pada peta, misalkan jembatan atau percabangan sungai. Metoda ini sesuai dengan ciri bentang alam yang tidak dapat dikenali, misalnya di lembah sungai atau pada daerah yang vegetasinya rapat. Menggunakan metoda ini dapat dilakukan pengamatan secara lebih teliti dan terperinci, meskipun waktu yang diperlukan relatif lebih lama.
Selain melakukan pengamatan terhadap singkapan batuan, juga melakukan pengukuran arah jurus dan kemiringan perlapisan batuan, ketebalan dan struktur yang ada. Tahapan kerja tersebut mencakup :
  1. Pengamatan dan pencatatan terhadap jenis litologi (penamaan batuan), indikasi yang dapat menunjukan adanya perubahan litologi, komposisi batuan, struktur batuan dan batas antar lapisan batuan, ciri lingkungan pengendapan, serta pola jurus batuan.
  2. Pengamatan dan pencatatan terhadap indikasi struktur geologi.
  3. Pengambilan contoh batuan untuk analisis petrografi dan paleontologi.
  4. Pemotretan atau pembuatan sketsa pada objek-objek batuan dan bentang alam yang dianggap penting.
 Tambang-veteran.Blogspot.com
3. Analisis Data
    1. Analisis Geomorfologi

            Analisis geomorfologi ini mencakup analisis pola pengaliran serta morfografi, morfogenetik dan morfometri.
1. Pola Pengaliran
            Kegiatan erosi dan tektonik selain menghasilkan lembah, juga menghasilkan pola pengaliran yang memiliki hubungan erat dengan jenis batuan, geologi struktur, kondisi erosi dan sejarah bentuk bumi. Sistem pengaliran yang berkembang  pada permukaan bumi secara regional dikontrol oleh kemiringan lereng, jenis dan ketebalan lapisan batuan, struktur geologi, jenis dan kerapatan vegetasi serta kondisi iklim.
Pola pengaliran sangat mudah dikenali dari peta topografi, terutama pada skala yang besar. Pola pengaliran pada batuan yang berlapis sangat tergantung pada jenis batuan, sebaran, ketebalan dan bidang perlapisan batuan serta geologi struktur seperti sesar, kekar, arah dan bentuk perlipatan.
Howard (1967) memisahkan pola pengaliran menjadi pola pengaliran dasar dan pola pengaliran modifikasi (Gambar 3.1). Tabel 3.1 memperlihatkan pola dasar pengaliran dengan karakteristik dan hubungannya dengan kondisi geologi. Definisi pola pengaliran yang digunakan adalah sebagai berikut :
  1. Pola pengaliran adalah kumpulan dari suatu jaringan pengaliran di suatu daerah yang dipengaruhi atau tidak dipengaruhi oleh curah hujan, alur pengaliran tetap mengalir.
  2. Pola dasar adalah salah satu sifat yang terbaca dan dapat dipisahkan dengan pola dasar lainnya.
  3. Modifikasi pola dasar adalah salah satu perbedaan yang dibuat dari pola dasar setempat.

2. Morfografi, Morfogenetik, Morfometri
Selain pola pengaliran, aspek yang diteliti dalam analisis geomorfologi ini adalah aspek Morfografi, Morfogenetik, Morfometri.
Morfografi merupakan gambaran bentuk permukaan bumi. Secara garis besar dapat dibedakan menjadi bentuklahan pedataran, perbukitan / punggungan, pegunungan, gunungapi dan lembah.
Tabel 3.1. Pola pengaliran dan karakteristiknya (Van Zuidam, 1988)
Pola Pengaliran Dasar
Karakteristik
Dendritik
Perlapisan batuan sedimen relatif datar atau paket batuan kristalin yang tidak seragam dan memiliki ketahanan (resistant) terhadap pelapukan. Secara regional daerah aliran memiliki kemiringan landai, jenis pola pengaliran membentuk percabangan menyebar seperti percabangan pohon rindang.
Paralel
Pada umumnya menunjukan daerah yang berlereng sedang sampai agak curam, tetapi biasa juga ditemukan pada daerah bentuklahan perbukitan yang memanjang. Sering terjadi pola peralihan antara pola dendritik dengan  pola paralel atau trelis. Bentuklahan perbukitan yang memanjang dengan pola pengaliran paralel mencerminkan perbukitan tersebut dipengaruhi oleh perlipatan.
Trellis
Batuan sedimen yangmemiliki kemiringan (dip) atau terlipat, batuan volkanik atau batuan metasedimen derajat rendah dengan perbedaan pelapukan yangjelas. Jenis pola pengaliran biasanya berhadapan pada sisi sepanjang aliran subsekuen.
Rektangular
Kekar dan / atau sesar yang memiliki sudut kemiringan, tidak memiliki perulangan lapisan batuan, dan sering memperlihatkan pola pengaliran yang tidak menerus
Radial
Daerah vulkanik, kerucut intrusi dan sisa-sisa erosi. Pola pengaliran radial pada daerah volkanik disebut sebagai pola pengaliran multiradial.
Catatan : Pola pengaliran radial memiliki dua sistem, yaitu sistem sentrifugal (menyebar ke luar dari titik pusat), berarti bahwa daerah tersebut berbentuk kubah, sistem sentripetal (menyebar menuju titik pusat) berarti bahwa daerah tersebut merupakan cekungan.
Anular
Struktur kubah / kerucut, cekungan dan kemungkinan “stock”
Multibasinal
Endapan permukaan berupa gumuk hasil longsoran dengan perbedaan penggerusan atau perataan batuan dasar, merupakan daerah gerakan tanah, volkanisme, pelarutan gamping dan lelehan salju
Pola Pengaliran modifikasi

Subdendritik
Umumnya struktural
Pinnate
Tekstur batuan halus dan mudah tererosi
Anastomatik
Dataran banjir, delta atau rawa
Penganyaman (dikotomik)
Kipas Aluvial dan delta
Sub-paralel
Lereng memanjang atau dikontrol oleh bentuklahan memanjang
Kolinier
Kelurusan bentuklahan bermaterial halus dan beting pasir
Subtrellis
Bentuklahan memanjang sejajar
Direksional trellis
Homoklin landai seperti beting gisik
Trellis berbelok
Perlipatan memanjang
Trellis sesar
Percabangan menyatu atau berpencar, sesar paralel
Trellis kekar
Sesar paralel dan / atau kekar
Angulate
Kekar dan / atau sesar pada daerah miring
Karst
Batugamping
  Tambang-veteran.Blogspot.com
Morfogenetik adalah proses atau asal-usul terbentuknya permukaan bumi yang diakibatkan oleh proses endogen dan eksogen, sehingga membentuk dataran, perbukitan/punggungan, lembah, gunungapi, plato, pola pengaliran dan bentuk lereng tertentu.
Morfometri merupakan penilaian kuantitatif dari bentuklahan, sebagai aspek pendukung morfografi dan morfogenetik, sehingga klasifikasi kualitatif akan semakin tegas dengan  angka-angka yang jelas. Elevasi (kemiringan lereng) diperoleh dengan cara membuat kisi-kisi bujursangkar (gridcells) dengan ukuran 2×2 cm pada peta dasar. Kemudian pada setiap kisi ditarik tegak lurus kontur dan dihitung kemiringan lerengnya dengan menggunakan persamaan :



                                   
Dimana :
S = Kemiringan lereng (%)
Ic = Interval kontur
N = Jumlah kontur yangterpotong
D = jarak mendatar sebenarnya pada peta (m)

Kemudian hasilnya diklasifikasikan ke dalam kelas lereng menurut Van Zuidam (1983), seperti dibawah ini :
Tabel 3.2 Klasifikasi Kemiringan Lereng  (Van Zuidam, 1983)

Kelas

Slope (%)

Klasifikasi
1
2
3
4
5
6
7
0 – 2
3 – 7
8 – 13
14 – 20
21 – 55
56 – 140
>140
Datar –hampir datar
Lereng sangat landai
Lereng landai
Lereng agak curam
Lereng curam
Lereng sangat curam
Terjal


3.Analisis Laboratorium
Analisis yang dilakukan pada contoh batuan adalah :
  1. Analisis Fosil
Analisis fosil dilakukan untuk mengetahui  umur relatif dan zona batimetri (kedalaman) batuan dalam merekonstruksi pembentukan batuan, kondisi geologi daerah penelitian. Fosil yang dipilih adalah foraminifera palnktonik dan bentik. Dalam melakukan analisis fosil ini secara garis besar dimulai dari penghalusan sampel batuan, pelarutan sampel dengan zat pelarut H2O2 dan NaOH selama 15-20 menit, lalu dicuci dengan air, dikeringkan dengan oven, kemudian dilakukan pemisahan fosil dan dideskripsi dengan memakai mikroskop binokuler.
Dalam analisis umur relatif, menggunakan kisaran menurut Postuma (1971) untuk foraminifera planktonik dan menggunakan “East Indian Letter Classification” (van der Vlerk dan Umbgrove, 1927) untuk foraminifera bentik besar.
Dalam analisis zonasi batimetri, didasarkan pada genus dan spesies  baik foraminifera bentik kecil dan besar yang mencirikan lingkungan dan batimetri dengan merujuk pada Phleger (1969).
  1. Analisis Petrografi
Analisis fisik batuan secara mikroskopis, bertujuan untuk mengetahui jenis batuan dan klasifikasinya secara lebih terperinci sehingga dapat dikelompokan menjadi satuan-satuan batuan. Pengamatan petrografi pada sayatan tipis sampel batuan dilakukan dengan menggunakan mikroskop polarisator. Analisis dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis mineral dan komposisi yang terdapat pada sayatan tipis, serta tekstur, untuk penentuan nama batuannya. Penentuan jenis mineral yang diamati dilakukan dengan mengamati sifat-sifat optiknya.
Penentuan  nama batuan berdasarkan tabel-tabel penamaan batuan untuk mikroskopis, untuk batupasir berdasarkan klasifikasi Pettijohn, 1975 (Gambar 3.2), tuf menggunakan klasifikasi Schmidt, 1981 (Gambar 3.3), untuk batuan beku menggunakan diagram Streckeissen (Gambar 3.4), batugamping menggunakan klasifikasi Dunham, 1962 (Tabel 3.3). Di daerah penelitian, penamaan litologi didasarkan atas klasifikasi Fisher, 1984 untuk batuan piroklastik


  Tambang-veteran.Blogspot.com

Tabel 3.3 Klasifikasi batugamping menurut Dunham (1962).
Depositional Texture Recognizeable
Depositional Texture Not Recognizeable
Original compositions were not bound together during deposition
Original compositions were bound together during deposition
CRYSTALLINE CARBONATE
Contains mud
Lacks mud
BOUNDSTONE
Mud-supported
Grain-supported
Less than 10% grains
MUDSTONE
More than 10% grains
WACKESTONE
PACKSTONE
GRAINSTONE










Tabel 3.4.  Klasifikasi Butiran Piroklastik (Fisher, 1984)
Ukuran Butiran (mm)
Piroklastik
Tephra
Batuan piroklastik



64 mm————–

2mm—————-

1/16mm————
-Bom
-Block

———————-
Lapili
———————-
Debu kasar
———————-
Debu halus
Aglomerat


———————-
Lapisan lapili
———————-
Debu kasar
———————-
Debu halus
-Aglomerat
-Breksi piroklastik
———————-
lapillistone
———————-
Tuf kasar
———————-
Tuf halus

4. Analisis Stratigrafi

Data yang dianalisis pada tahap ini adalah data pengamatan di lapangan dengan ditunjang hasil analisis dari laboratorium. Pembagian satuan batuan didasarkan pada satuan litostratigrafi tidak resmi, yaitu penamaan satuan batuan didasarkan pada ciri fisik yang dapat diamati, meliputi jenis batuan, keseragaman gejala litologi dan posisi stratigrafinya (Sandi Stratigrafi Indonesia, Pasal 6).
Penentuan urutan stratigrafi di lapangan berdasarkan pengamatan mengenai struktur batuan yang ada untuk menentukan top dan bottom dari lapisan, bidang perlapisan untuk mengetahui hubungan selaras atau ketidakselarasan pada perlapisan dan dengan mengamati ketebalan dapat pula diketahui hubungan lateral batuan: membaji, melensa dan menjemari. Variasi litologi dan struktur sedimen dapat menentukan lingkungan pengendapan. Interprestasi lapangan ini didukung dengan hasil analisis laboratorium, berupa penentuan umur dan zonasi kedalaman berdasarkan fosil, serta petrografi.

 5.Analisis Struktur Geologi

Kriteria untuk mengenal sesar di lapangan secara pokok terbagi enam, yaitu: pengulangan atau hilangnya suatu perlapisan ditinjau dari posisi stratigrafinya, silisifikasi dan mineralisasi, perubahan fasies secara tiba-tiba, kriteria fisiografis berupa gawir sesar dan kenampakan morfologi triangular faset, kenampakan karakteristik pada bidang struktur dan ketidakselarasan perlapisan.

Perlu dilakukan interprestasi topografi untuk melihat indikasi struktur geologi yang meliputi intreprestasi kerapatan garis kontur, kelurusan sungai, kelurusan punggungan, pola pengaliran sungai dan sebagainya.
Untuk mengamati adanya struktur lipatan di lapangan yaitu dengan melihat perubahan berangsur pada kemiringan (dip) lapisan batuan, perulangan urutan variasi liotologi, pembalikan dengan menentukan top dan bottom-nya yang tidak sesuai dengan arah kemiringan lapisan.
Untuk mengamati keberadaan, arah dan jenis sesar dilapangan dapat diperkirakan dengan melihat indikasi yang ada seperti adanya dragfold (lipatan seret), offset litologi, kekar-kekar, cermin sesar, slicken side, breksiasi, zona-zona hancuran, kelurusan mata air panas dan air terjun, juga dengan mengamati dan mengukur data kekar yang berkembang dilapangan serta menganalisisnya dengan statistik melalui bantuan program “dip”.
Semua indikasi yang telah ditemukan direkonstruksikan bersamaan dengan rekonstruksi pola jurus batuan yang akan menghasilkan jenis, arah dan pola struktur geologi yang berkembang di daerah tersebut yang kemudian dituangkan dalam “Peta Pola Jurus”. Untuk umurnya ditarik berdasarkan kesebandingan regional atau berdasarkan umur satuan litologi yang dilaluinya.

  Tambang-veteran.Blogspot.com


No comments:

Post a Comment